BarataNews.id, Jakarta – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, sejumlah pedagang bendera musiman mengaku kebingungan dengan meningkatnya permintaan terhadap bendera bajak laut dari serial anime One Piece. Permintaan yang tak biasa ini memicu respons campur aduk dari para pedagang, mulai dari kebingungan hingga kekhawatiran.
Syauqi, seorang pedagang bendera di kawasan Matraman, Jakarta Timur, menceritakan bahwa ia beberapa kali didatangi anak-anak muda yang menanyakan bendera bergambar tengkorak dengan topi. Setelah ditelusuri, bendera yang dimaksud merupakan Jolly Roger, lambang kru bajak laut Topi Jerami dalam anime dan manga One Piece.
Syauqi mengaku tidak menjual jenis bendera tersebut dan merasa khawatir apabila nekat menjajakannya di tengah momen sakral seperti perayaan kemerdekaan. Menurutnya, permintaan terhadap bendera non-tradisional itu bukan hanya membingungkan, tetapi juga membuatnya ragu-ragu untuk ikut menjualnya.
Bendera Anime One Piece Jadi Tren di Kalangan Anak Muda
Fenomena pengibaran bendera One Piece ini ramai diperbincangkan di media sosial, terutama menjelang 17 Agustus. Banyak pemuda dilaporkan ingin memasang bendera tersebut di rumah atau kendaraan mereka sebagai bagian dari tren yang tengah viral.
Namun, para pedagang seperti Ridwan, yang juga berjualan di kawasan yang sama, mengaku tidak menyediakan bendera tersebut. Ia mengatakan permintaan meningkat drastis, tetapi karena keterbatasan stok dan jaringan penyuplai, bendera bajak laut itu tidak tersedia baik di kiosnya maupun dari distributor.
“Banyak pemuda yang tanya bendera itu, katanya lagi viral, tapi kami nggak punya,” ujar Ridwan.
Penjualan Menurun, Pedagang Hadapi Tantangan Tambahan
Selain dihadapkan pada tren yang tak biasa, para pedagang bendera juga mengeluhkan penurunan drastis dalam penjualan bendera Merah Putih tahun ini. Syauqi menyebut bahwa sejak mulai berjualan pada akhir Juli, pembeli yang datang kebanyakan hanya menawar harga, bahkan sering kali di bawah harga modal.
Ia mencontohkan, salah satu bendera yang dijualnya seharga Rp 35 ribu ditawar pembeli hanya Rp 10 ribu. Hal ini tentu menyulitkan karena margin keuntungan dari usaha tersebut tidak besar.
Lebih lanjut, Syauqi mengatakan bahwa sebagian besar pembeli kini hanya membeli bambu untuk tiang bendera, karena benderanya sudah dibeli secara daring. Penurunan penjualan tahun ini juga membuat Syauqi mengenang pengalamannya berjualan di lokasi berbeda seperti Pamulang, yang ia tinggalkan karena tekanan dari oknum preman.
Meski menjadi peluang tahunan, berjualan bendera kemerdekaan kini penuh tantangan, mulai dari perubahan perilaku konsumen hingga tekanan dari dinamika sosial yang sedang berkembang.