BarataNews.id, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Keduanya kini dinyatakan bebas, namun langkah tersebut menuai respons kritis dari sejumlah pakar hukum tata negara.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa pemberian amnesti dan abolisi tersebut memperlihatkan permainan hukum dalam ranah politik. Ia mempertanyakan mengapa proses hukum harus dijalankan terlebih dahulu sebelum akhirnya diakhiri melalui pengampunan politik. Feri menganggap hal ini menciptakan preseden buruk bagi sistem peradilan dan pemberantasan korupsi.
Menurut Feri, langkah ini membuka peluang bagi politisi memanfaatkan situasi hukum yang dramatis sebagai panggung politik, yang pada akhirnya justru melemahkan kepercayaan publik terhadap proses hukum itu sendiri.
Kritik Tajam Terhadap Pengampunan Korupsi
Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, turut menyuarakan kekhawatiran serupa. Ia menyebut bahwa pemberian amnesti dan abolisi dalam perkara korupsi adalah bentuk penyimpangan yang harus dikritisi. Herdiansyah menekankan bahwa korupsi bukan perkara ringan dan belum pernah ada contoh pengampunan dalam kasus serupa.
Ia menilai bahwa langkah ini berpotensi menjadikan amnesti dan abolisi sebagai alat kompromi politik, bukan sebagai produk hukum berdasarkan keadilan.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti juga memperingatkan bahwa kebijakan ini berisiko tinggi bagi masa depan pemberantasan korupsi. Ia menjelaskan bahwa relasi politik antara terpidana dan penguasa bisa memengaruhi keputusan pengampunan, yang pada akhirnya menjadikan kewenangan presiden sebagai alat politik absolut.
Menurutnya, jika tidak diawasi secara ketat, keputusan pengampunan bisa terus digunakan dalam berbagai kasus, tanpa mempertimbangkan keadilan hukum yang seharusnya ditegakkan.
Pemerintah Tegaskan Alasan dan Prosedur
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pemberian pengampunan kepada Hasto dan Tom dilakukan demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia menyatakan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari visi Presiden Prabowo untuk memperkuat persatuan nasional, apalagi menjelang peringatan HUT ke-80 RI.
Supratman juga menjelaskan bahwa kebijakan pengampunan ini tidak hanya ditujukan kepada Hasto dan Tom, melainkan juga kepada ribuan orang lainnya yang memenuhi kriteria serupa. Ia menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak mencampuri proses hukum terhadap dua tokoh tersebut.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menambahkan bahwa Hasto dan Tom telah memenuhi semua syarat yang diperlukan untuk menerima abolisi dan amnesti. Menurutnya, kebijakan ini merupakan bagian dari momentum peringatan nasional yang menyasar beberapa individu yang dianggap layak mendapatkan pengampunan dari pemerintah.
Meski demikian, perbedaan pandangan antara pakar hukum dan pemerintah menandai kompleksitas kebijakan pengampunan di Indonesia, terutama ketika berkaitan dengan perkara korupsi dan dinamika politik nasional.