Berita, InternasionalBerita

Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Dinilai Lemahkan Pemberantasan Korupsi

×

Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto Dinilai Lemahkan Pemberantasan Korupsi

Sebarkan artikel ini
Presiden Prabowo Beri Amnesti Dan Abolisi, Menuai Kontroversi
Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto picu kritik luas, dinilai melemahkan integritas pemberantasan korupsi di Indonesia.

BarataNews.id, Jakarta – Pembebasan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menimbulkan kontroversi tajam terkait komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Keduanya dilepaskan dari tahanan setelah menerima abolisi dan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto berdasarkan Keputusan Presiden tertanggal 1 Agustus 2025.

Tom Lembong meninggalkan Rutan Cipinang pada Jumat malam (1/8), didampingi keluarga dan mantan calon presiden Anies Baswedan. Beberapa saat sebelumnya, Hasto Kristiyanto keluar dari Rutan KPK dengan pengawalan kuasa hukumnya. Keduanya dinyatakan bebas setelah Keppres yang berisi pengampunan itu diterima pihak rutan.

Tom sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula kristal mentah, sedangkan Hasto menerima hukuman 3,5 tahun atas kasus suap terkait Harun Masiku. Meskipun vonis baru dijatuhkan bulan lalu, Presiden Prabowo mengajukan permintaan amnesti dan abolisi terhadap 1.178 narapidana, termasuk keduanya, kepada DPR pada 30 Juli 2025.

Kritik Tajam dari Kalangan Hukum dan LSM Antikorupsi

Pengamat hukum menilai langkah Presiden Prabowo ini berpotensi merusak tatanan hukum. Yassar Aulia dari Indonesia Corruption Watch menyatakan bahwa pemberian pengampunan terhadap terpidana korupsi adalah preseden buruk yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ia menegaskan bahwa mekanisme amnesti dan abolisi tidak selayaknya digunakan dalam kasus korupsi.

Hal serupa disampaikan Sahel Muzammil dari Transparency International Indonesia. Ia menyebut pemberian amnesti terhadap Hasto sangat prematur karena kasusnya masih dalam proses banding. Sahel mempertanyakan motivasi politis di balik keputusan tersebut dan mendesak agar pihak yang terlibat dalam politisasi hukum juga diadili.

Potensi Politisasi di Balik Keputusan

Pemerintah beralasan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi nasional. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan Presiden tetap berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Namun, argumentasi ini dinilai bertentangan dengan praktik hukum yang selama ini dijalankan, terlebih saat Prabowo menyatakan hanya akan mengampuni kelompok makar non-bersenjata atau kasus kemanusiaan.

Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara dari UGM, menilai penggunaan amnesti dan abolisi dalam kasus ini sarat dengan kepentingan politik. Ia menyatakan bahwa rekonsiliasi seharusnya tidak menjadi dalih untuk mengintervensi proses hukum yang belum tuntas.

Dukungan politik terhadap pemerintah dari kubu PDIP yang muncul setelah pengampunan terhadap Hasto semakin memperkuat dugaan politisasi dalam keputusan ini. Langkah tersebut dikhawatirkan melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan memperlemah lembaga pemberantas korupsi seperti KPK.

Sejarah dan Regulasi Amnesti-Abolisi di Indonesia

Secara hukum, pemberian amnesti dan abolisi memang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 dan UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954. Namun, selama sejarah republik ini, pengampunan semacam itu lebih sering diberikan untuk kasus politik, makar, atau pelanggaran HAM. Amnesti untuk kasus korupsi seperti yang dialami Tom dan Hasto menjadi hal yang belum pernah terjadi dan dipandang sebagai langkah kontroversial.

Peneliti dan pakar hukum mendorong pemerintah untuk memperjelas kriteria dan regulasi pemberian amnesti dan abolisi ke depan. Tanpa kejelasan hukum, langkah ini dikhawatirkan akan digunakan sebagai alat politik dan merusak sistem penegakan hukum secara keseluruhan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *