BarataNews.id, Jakarta – Keputusan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sementara jutaan rekening milik masyarakat yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi selama tiga bulan terakhir menuai kontroversi. Kebijakan yang mulai diterapkan sejak Senin (28/7/2025) itu disebut sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang.
Namun, implementasinya memicu reaksi negatif dari publik. Sejumlah warga melaporkan kesulitan mengakses dana simpanan yang digunakan untuk keperluan mendesak. Salah satu warga mengungkapkan pengalaman saat ingin menggunakan dana darurat untuk biaya pengobatan anggota keluarga, namun terhambat karena rekeningnya diblokir tanpa pemberitahuan yang memadai.
Kondisi tersebut memantik keresahan di media sosial. Beberapa pengguna bahkan menyerukan aksi penarikan dana secara massal dari perbankan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap sewenang-wenang.
Minim Sosialisasi dan Rawan Menimbulkan Kepanikan
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, menilai langkah PPATK tersebut kurang dilengkapi dengan komunikasi dan sosialisasi yang baik kepada masyarakat. Ia mengatakan bahwa kebijakan pemblokiran rekening dormant seharusnya didahului dengan verifikasi ulang terhadap rekening yang tidak aktif, bukan langsung diblokir.
Menurut Eddy, meskipun dampaknya belum mengarah pada fenomena “bank run”, namun kebijakan ini tetap berpotensi mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Ia menyarankan agar definisi rekening dormant diperpanjang menjadi satu tahun, bukan hanya tiga bulan, untuk menghindari perlakuan yang merugikan nasabah aktif yang kebetulan tidak bertransaksi dalam waktu singkat.
Selain itu, ia menekankan perlunya transparansi dalam penyampaian informasi kepada masyarakat guna menjaga stabilitas sistem keuangan dan menghindari kegelisahan publik.
PPATK Dinilai Melebihi Kewenangan Hukum
Kritik lebih tajam disampaikan oleh Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS). Ia menilai bahwa PPATK telah melampaui batas kewenangannya.
Menurut Anthony, tugas PPATK hanya sebatas memantau lalu lintas transaksi keuangan yang mencurigakan melalui data yang diperoleh dari pihak bank. PPATK, katanya, tidak memiliki akses langsung ke rekening nasabah, termasuk saldo, apalagi melakukan pemblokiran sepihak terhadap rekening masyarakat.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional. Dalam sistem yang berlaku, bahkan pihak bank sendiri hanya berwenang mengubah status rekening menjadi dormant tanpa menyentuh dana nasabah.
Lebih lanjut, Anthony memperingatkan bahwa pelaksanaan kebijakan yang melampaui kewenangan lembaga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan dan menimbulkan krisis kepercayaan, baik terhadap PPATK maupun perbankan secara keseluruhan.