Menurut DJP, penyedia platform e-commerce akan bertindak sebagai pemungut pajak dengan tarif 0,5 persen dari penghasilan bruto, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam skema PPh Final UMKM.
“Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara UMKM online dan offline,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan tertulis, Rabu (25/6).
Ia juga menekankan bahwa pedagang kecil tetap akan dikecualikan dari pemungutan. Pemerintah menjanjikan sosialisasi yang menyeluruh begitu aturan ini diterbitkan secara resmi.
Debat Pajak UMKM Masih Panjang
Meskipun pemerintah telah memberikan klarifikasi, sentimen publik terhadap kebijakan ini tetap negatif. Banyak pelaku usaha kecil khawatir aturan ini akan semakin menyusutkan margin usaha mereka yang telah dipotong berbagai biaya oleh platform e-commerce.
Di sisi lain, sejumlah pakar fiskal menilai kebijakan ini sebagai langkah penting untuk mendata dan memperkuat basis pajak digital, sekaligus menyetarakan beban antara pelaku UMKM daring dan luring.
Perdebatan soal pajak pelaku usaha digital kemungkinan akan terus berlanjut, terutama seiring dengan pertumbuhan e-commerce yang kini menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia.