baratanews.id – Jakarta, Indonesia kini menjadi produsen nikel terbesar di dunia, menyuplai lebih dari 40% kebutuhan global pada tahun 2023. Nikel, yang digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik (EV) dan aplikasi teknologi tinggi lainnya, telah menarik perhatian internasional, terutama dari China. Investasi China di industri nikel Indonesia sangat signifikan, dengan lebih dari $65 miliar yang ditanamkan dalam dekade terakhir. Hal ini telah memperkuat hubungan ekonomi dan politik antara kedua negara serta meningkatkan kapasitas pengolahan nikel di Indonesia.
Seiring dengan larangan ekspor nikel mentah yang diterapkan oleh Indonesia, perusahaan-perusahaan China berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan fasilitas pengolahan nikel di dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengubah Indonesia dari sekadar negara penghasil nikel menjadi pusat pengolahan nikel global. China, yang merupakan produsen terbesar baterai EV di dunia, kini mengendalikan sebagian besar tambang dan pabrik pengolahan nikel di Indonesia.
Namun, investasi besar ini tidak tanpa konsekuensi. Aktivitas penambangan nikel di Indonesia telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius, termasuk deforestasi, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem. Di Sulawesi, misalnya, masyarakat lokal mengalami penurunan kualitas air dan dampak negatif terhadap hasil pertanian mereka akibat polusi yang disebabkan oleh tambang nikel. Polusi udara dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh proses pemurnian nikel juga menjadi perhatian utama, terutama karena proses ini sangat bergantung pada penggunaan batubara yang berkualitas rendah.
Dalam konteks global, Amerika Serikat menghadapi tantangan serius dalam pasokan nikel, bergantung pada hanya satu tambang yang beroperasi di Michigan. Sementara itu, Indonesia, dengan produksi nikel yang melampaui 1,8 juta metrik ton pada tahun 2023, telah menjadi pemain kunci dalam pasar global nikel. Meskipun demikian, oversupply nikel akibat peningkatan produksi yang pesat di Indonesia telah menyebabkan penurunan harga nikel secara signifikan, yang berdampak negatif pada proyek-proyek tambang di negara-negara lain seperti Australia.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk mencari solusi yang berkelanjutan. Perusahaan seperti Talon Metals di Amerika Serikat sedang berusaha membangun pasokan nikel yang etis dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan baterai EV, dengan menekankan pada praktik pertambangan yang ramah lingkungan dan hak-hak tenaga kerja. Upaya ini mencakup pengembangan fasilitas daur ulang baterai untuk mengurangi ketergantungan pada penambangan baru.
Penting bagi pemerintah Indonesia, perusahaan otomotif internasional, dan semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam mengimplementasikan standar sosial dan lingkungan yang lebih ketat guna melindungi komunitas lokal dan menjaga keberlanjutan lingkungan.