BarataNews.id, Surabaya – Peluncuran 80.000 Koperasi Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025 sempat menuai antusiasme besar. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak koperasi tersebut belum bisa beroperasi, terutama karena ketiadaan modal dan belum rampungnya legalitas usaha.
Di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, tercatat 194 koperasi belum beroperasi akibat belum tersedianya dana awal. Masalah serupa terjadi di Bangkalan, Jawa Timur, di mana sebanyak 281 koperasi belum berjalan karena kendala legalitas dan belum adanya pendamping dari kementerian terkait.
Di Kabupaten Sumenep, persoalan bertambah kompleks. Meski koperasi telah terbentuk, anggaran operasional masih tertahan dalam APBD Perubahan 2025. Bahkan, muncul cerita dari Ketua Koperasi Merah Putih setempat yang menyebut ada warga ingin meminjam Rp 100 juta, padahal koperasi belum memiliki dana sepeser pun.
Kondisi tak jauh berbeda juga ditemukan di wilayah Jawa Tengah dan Aceh. Di Purworejo, koperasi desa belum bisa berjalan karena minimnya modal. Sementara itu, di Lhokseumawe, Aceh, koperasi masih berkutat pada kelengkapan dokumen legalitas. Hal ini menunjukkan bahwa peluncuran koperasi belum dibarengi kesiapan struktural dan administratif yang memadai.
Kendala Legalitas dan Pendampingan Masih Jadi PR
Selain faktor permodalan, persoalan legalitas juga menghambat pengoperasian koperasi. Di Lumajang, Jawa Timur, 205 koperasi masih dalam proses pengurusan dokumen, sementara di Bondowoso sejumlah pengurus memilih mengundurkan diri karena khawatir terjebak masalah hukum akibat ketidakjelasan status koperasi.
Ketiadaan pendampingan dari pemerintah pusat maupun daerah turut memperburuk situasi. Di Kalimantan Tengah, sejumlah koperasi masih menanti arahan teknis untuk bisa menjalankan usaha sesuai peraturan. Situasi ini memperlihatkan bahwa peluncuran koperasi belum disertai infrastruktur pendukung yang kuat.
Salah satu contoh nyata kegagalan operasional adalah Koperasi Merah Putih di Tuban, Jawa Timur. Koperasi ini sempat ditutup hanya sehari setelah peluncuran karena tidak memenuhi kontribusi terhadap mitra swasta, yaitu PT Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat. Meski akhirnya koperasi kembali dibuka setelah meminta maaf, insiden tersebut menjadi refleksi pentingnya komunikasi dan tata kelola koperasi yang sehat.
Kementerian Koperasi dan UKM didorong untuk segera mengatasi hambatan ini, agar koperasi yang sudah terbentuk tidak hanya menjadi simbol semata. Pendampingan intensif, percepatan legalitas, dan penyediaan modal kerja menjadi kebutuhan mendesak demi keberlanjutan program Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.