BarataNews.id, Jakarta – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan mengultimatum kelompok negara BRICS agar tidak mengganggu dominasi dolar AS. Dalam pernyataan resminya, Trump mengancam akan memberlakukan tambahan tarif sebesar 10 persen kepada negara-negara yang tergabung maupun mendukung agenda anti-Amerika dari kelompok tersebut.
Ancaman ini disampaikan Trump saat menandatangani GENIUS Act pada pertengahan Juli. Ia secara terang-terangan menyebut BRICS—yang kini terdiri dari enam negara—berpotensi runtuh jika mencoba menyaingi dominasi mata uang AS. “Ketika saya mendengar tentang BRICS, saya langsung tekan mereka. Kalau mereka serius terbentuk, kelompok itu akan segera bubar,” ucap Trump, seperti dikutip dari siaran YouTube The White House.
Trump: Jangan Main-main dengan Dolar AS
Trump juga menuding BRICS mencoba menantang dominasi global dolar AS. Ia menegaskan tidak akan membiarkan negara-negara lain mengganti peran dolar sebagai mata uang cadangan dunia. Untuk memperkuat posisi dolar, Trump bahkan meluncurkan stablecoin AS, yang diklaim akan membuat dolar makin dominan di ranah keuangan digital.
“Mereka pernah coba adakan pertemuan, tapi hampir tak ada yang datang. Saya langsung bilang, siapa pun yang ikut BRICS akan kena tarif 10%,” ujarnya.
Selain itu, Trump secara eksplisit menolak rencana bank sentral AS untuk menerbitkan mata uang digital. Menurutnya, hal itu berisiko melemahkan kedaulatan sistem moneter AS yang selama ini didominasi dolar.
Respons BRICS dan Situasi Terkini
Meski Trump gencar menuduh BRICS sebagai aliansi anti-Amerika, sejumlah negara anggota menolak anggapan tersebut. Mereka mengklaim bahwa inisiatif seperti BRICS Pay atau rencana penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan hanya bertujuan meningkatkan efisiensi transaksi internasional, bukan untuk melemahkan AS.
Sebagai catatan, Brasil sebelumnya telah menghentikan rencana pengusulan mata uang bersama selama masa kepemimpinannya. Namun sistem BRICS Pay yang terus dikembangkan menjadi simbol nyata bahwa negara-negara anggota tetap ingin mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan global.
Potensi Dampak Tarif Tambahan
Ultimatum Trump menuai perhatian luas, terutama dari kalangan pelaku pasar dan diplomat internasional. Kebijakan tarif tambahan 10 persen berpotensi menimbulkan ketegangan dagang baru, terutama jika menyasar mitra strategis AS yang tergabung dalam BRICS, seperti Tiongkok dan India.
Sejumlah analis menilai, ancaman tersebut lebih bersifat politis ketimbang ekonomis. Namun efek psikologisnya terhadap stabilitas pasar global bisa signifikan. Dalam jangka pendek, langkah ini bisa memperkuat posisi dolar, tapi dalam jangka panjang dapat mendorong negara-negara berkembang untuk mempercepat diversifikasi sistem keuangan mereka.