Scroll untuk baca artikel
Berita

RKUHAP Hapus Aturan MA Tak Boleh Jatuhkan Putusan Lebih Berat

×

RKUHAP Hapus Aturan MA Tak Boleh Jatuhkan Putusan Lebih Berat

Sebarkan artikel ini

DPR dan pemerintah sepakat hapus pasal pembatasan Mahkamah Agung menjatuhkan pidana lebih berat dari putusan sebelumnya

Ketua Komisi Iii Dpr Habiburokhman Dalam Rapat Pembahasan Rkuhap Di Senayan

BarataNews.id, Jakarta – DPR RI bersama pemerintah resmi menyepakati penghapusan aturan yang melarang Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan pidana lebih berat dibanding putusan pengadilan tingkat pertama maupun banding. Penghapusan ini merupakan bagian dari pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Kesepakatan ini dicapai dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dan pemerintah yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (10/7/2025). Dalam rapat tersebut, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej menjelaskan bahwa pasal tersebut diusulkan oleh pemerintah sebagai substansi baru dalam RKUHAP.

“Ini yang kami ambil dari RUU KUHAP lama dan menurut kami masuk akal. Dalam hal Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, maka pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari putusan judex factie,” kata Eddy saat menjelaskan DIM 1531.

Namun, usulan tersebut tidak bertahan lama dalam pembahasan tingkat panitia kerja (Panja).

Kesepakatan Bersama DPR dan Pemerintah

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan bahwa baik DPR maupun pemerintah sepakat untuk menghapus pasal yang tercantum dalam Pasal 293 ayat (3) RKUHAP tersebut. Dengan demikian, Mahkamah Agung tetap memiliki kewenangan untuk menjatuhkan pidana yang lebih berat apabila dianggap perlu berdasarkan pertimbangan hukum.

“Panja RUU KUHAP sepakat untuk menghapus substansi baru DIM 1531. Artinya, ketentuan yang membatasi Mahkamah Agung tidak boleh menjatuhkan putusan lebih berat dari judex factie tidak dimasukkan dalam RKUHAP,” ujar Habiburokhman.

Ia menegaskan bahwa kesepakatan tersebut sudah final dan menjadi bagian dari substansi hasil pembahasan antara DPR dan pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *