Scroll untuk baca artikel
BeritaBisnis

Empat IUP di Raja Ampat Dicabut, DPR Desak Penutupan Permanen Tambang

×

Empat IUP di Raja Ampat Dicabut, DPR Desak Penutupan Permanen Tambang

Sebarkan artikel ini

Legislator Komisi VII DPR RI menyoroti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan menuntut pertanggungjawaban atas kerusakan di Raja Ampat.

Ilustrasi tambang nikel Raja Ampat yang berdampak pada lingkungan

BarataNews.id, Jakarta – Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, sebagai respons atas kekhawatiran publik terkait potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan nikel.

Empat perusahaan yang izinnya dicabut yaitu:

  • PT Anugerah Surya Pratama

  • PT Nurham

  • PT Mulia Raymond Perkasa

  • PT Kawei Sejahtera Mining

Sementara itu, PT Gag Nikel—anak usaha PT Antam—masih memiliki izin operasional aktif dan belum dicabut oleh pemerintah. Penegasan ini disampaikan di tengah sorotan publik mengenai kerusakan kawasan konservasi yang menjadi daya tarik wisata dunia.

DPR Imbau Pemerintah Konsisten dan Bertindak Tegas

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyambut baik pencabutan izin tersebut, namun mengingatkan agar langkah itu tidak bersifat sementara.

“Jangan sampai nanti kalau sudah reda, aktivitas tambang berjalan lagi,” tegas Evita, Rabu (11/6).

Evita juga menekankan perlunya pertanggungjawaban dari perusahaan tambang atas kerusakan lahan dan hutan yang telah terjadi. Ia meminta perusahaan melakukan penghijauan dan pemulihan kawasan konservasi yang terdampak.

Dampak Lingkungan dan Ironi Hilirisasi

Menurut data Greenpeace, aktivitas eksploitasi nikel di tiga pulau kecil Raja Ampat telah menyebabkan hilangnya lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami. Evita menyayangkan hal ini, mengingat Raja Ampat dikenal sebagai destinasi wisata kelas dunia yang memberikan kontribusi nyata bagi ekonomi lokal.

“Raja Ampat itu bukan cuma kebanggaan Papua, tapi brand internasional yang jauh lebih bernilai dari sekadar ekspor feronikel,” ujarnya.

Evita juga mengkritik pendekatan hilirisasi mineral yang dinilai mengabaikan keseimbangan lingkungan. Ia menyebut bahwa pemerintah tidak bisa hanya mengedepankan industrialisasi berbasis tambang tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.

Kontribusi Pariwisata Lebih Nyata dan Berkelanjutan

Data Pemerintah Daerah mencatat, sektor pariwisata menyumbang sekitar 15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Raja Ampat pada 2020, dengan nilai mencapai Rp 7 miliar. Bahkan di tengah pandemi, sektor ini tetap memberikan kontribusi signifikan.

“Berapa banyak devisa yang masuk dari retribusi wisata, homestay lokal, dan kunjungan turis asing? Ini jauh lebih berkelanjutan,” ucap Evita.

Ia menegaskan, jika pemerintah ingin serius menjalankan hilirisasi, maka kebijakan tersebut harus berpihak pada aset strategis jangka panjang, bukan justru menghancurkan potensi wisata dan lingkungan.

Permintaan Pengawasan Ketat dan Penutupan Permanen

Menutup pernyataannya, Evita mendorong agar pemerintah memastikan pengawasan ketat terhadap seluruh aktivitas tambang, termasuk pada perusahaan yang izinnya belum dicabut. Ia juga mendesak agar pencabutan izin dilakukan secara permanen demi menjaga warisan alam Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *