BarataNews.id, Jakarta – Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengajukan uji materi Pasal 21 dalam Undang-Undang Tipikor ke Mahkamah Konstitusi. Ia mempersoalkan ancaman pidana pada pasal tersebut karena dinilai tidak sebanding dengan pasal-pasal korupsi lainnya.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyatakan bahwa permohonan uji materi telah didaftarkan ke MK pada Kamis (24/7) malam. Pengajuan ini dilakukan tepat sehari sebelum vonis terhadap Hasto dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (25/7).
“Kami ajukan Kamis malam, sebelum putusan dibacakan,” ujar Maqdir, dikutip dari pernyataan Senin (28/7).
Hasto Nilai Pasal Tambahan Tapi Hukuman Lebih Berat
Menurut Maqdir, inti dari uji materi ini adalah ketimpangan sanksi dalam Pasal 21 UU Tipikor. Pasal ini seharusnya menjadi ketentuan tambahan untuk menghalangi tindak pidana korupsi. Namun, justru mengandung ancaman pidana yang lebih berat dari delik korupsinya sendiri.
“Pasal 21 itu sebetulnya hanya pasal tambahan, tapi ancamannya lebih tinggi. Ini tidak proporsional,” jelas Maqdir.
Pasal 21 UU Tipikor menyebut bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghalangi penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan perkara korupsi, bisa dikenai hukuman penjara 3–12 tahun dan/atau denda Rp150 juta–Rp600 juta.
Melalui salah satu butir petitumnya, Hasto meminta agar ancaman pidana tersebut diubah. Ia mengusulkan maksimal hukuman penjara menjadi 3 tahun, disertai denda dalam rentang yang sama.
Dalam permohonannya, Hasto juga mengusulkan perumusan ulang pasal agar menekankan bahwa tindakan perintangan hanya berlaku jika dilakukan melalui cara seperti kekerasan, intimidasi, atau janji pemberian keuntungan tidak pantas.
Permintaan Penafsiran Kumulatif oleh Mahkamah
Selain meminta revisi hukuman, Hasto juga menginginkan Mahkamah menyatakan Pasal 21 sebagai pasal kumulatif. Ini berarti perbuatan mencegah penyidikan hanya dapat dijerat hukum jika mencakup seluruh tahapan: dari penyidikan, penuntutan, hingga persidangan.
“Tindakan perintangan harus dilakukan dalam ketiga tahapan itu secara bersama-sama,” bunyi petitum dalam permohonannya.
Menurut Hasto, jika tidak ditafsirkan secara kumulatif, frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” dalam Pasal 21 menjadi multitafsir dan berpotensi disalahgunakan dalam penegakan hukum.
Vonis untuk Kasus Suap PAW Harun Masiku
Dalam perkara hukum yang menjeratnya, Hasto dijatuhi vonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ia dinyatakan bersalah terlibat dalam praktik suap terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku.
Selain pidana badan, Hasto juga dikenai denda sebesar Rp250 juta. Bila tidak dibayar, maka digantikan dengan hukuman kurungan selama tiga bulan.
Hakim menyatakan Hasto terbukti menyediakan dana suap sebesar Rp400 juta untuk diberikan kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Tujuannya, agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai pengganti anggota legislatif dari PDIP.
Namun, dalam dakwaan soal perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti bersalah.