BeritaCek Fakta

Nama Ridwan Kamil Kerap Disebut dalam Kasus Bank BJB, KPK Masih Dalami

×

Nama Ridwan Kamil Kerap Disebut dalam Kasus Bank BJB, KPK Masih Dalami

Sebarkan artikel ini
Ridwan Kamil Berpose Dengan Motor Royal Enfield Yang Kini Disita Kpk

BarataNews.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyebut nama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam perkara dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB periode 2021–2023. Kendati demikian, hingga kini KPK belum menjadwalkan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

Penyebutan nama Ridwan Kamil muncul dalam sejumlah pengembangan penyidikan, termasuk penggeledahan rumah dan penyitaan barang-barang miliknya. KPK menyebut adanya kendaraan yang kepemilikannya disamarkan atas nama ajudan atau pegawai pribadi Ridwan Kamil, termasuk motor Royal Enfield dan mobil Mercedes yang kini turut diamankan.

Penyitaan Kendaraan dan Dokumen Terkait Ridwan Kamil

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa proses penyidikan masih berlangsung dan belum ada jadwal pasti untuk pemeriksaan Ridwan Kamil. “Pemeriksaan para saksi masih terus berlangsung. Pendalaman keterangan dibutuhkan untuk membuat terang perkara ini,” ujarnya, Minggu (27/7/2025).

Sebelumnya, pada 10 Maret 2025, KPK melakukan penggeledahan di kediaman Ridwan Kamil dan menyita beberapa barang yang berkaitan dengan perkara. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa barang-barang yang disita, termasuk dokumen dan kendaraan, saat ini sedang diteliti untuk memastikan relevansinya terhadap dugaan korupsi.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan bahwa sejumlah kendaraan atas nama ajudan Ridwan Kamil menjadi bagian dari objek penyitaan. Menurutnya, hal ini menunjukkan indikasi penyamaran aset yang perlu ditelusuri lebih lanjut.

Konstruksi Kasus dan Rangkaian Dugaan Penyimpangan

Perkara ini berawal dari realisasi anggaran belanja promosi umum dan produk perbankan Bank BJB yang mencapai Rp409 miliar dalam periode 2021 hingga semester I 2023. Dana promosi tersebut dikelola oleh Divisi Corporate Secretary melalui kerja sama dengan enam agensi periklanan.

KPK menduga bahwa penunjukan agensi dilakukan tanpa prosedur pengadaan yang sah. Beberapa agensi hanya berperan sebagai perantara penempatan iklan, sementara terdapat selisih dana sebesar Rp222 miliar yang digunakan sebagai dana non-budgeter. Dana tersebut digunakan di luar mekanisme resmi, dan diduga telah disetujui oleh dua pejabat tinggi Bank BJB.

Para tersangka disebut memanipulasi dokumen pengadaan, seperti menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan fee agensi dan melakukan evaluasi penyedia jasa setelah batas waktu penawaran. Praktik ini dikenal sebagai post bidding dan bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *