BarataNews.id, Jakarta – Kasus beras oplosan yang mencuat beberapa waktu terakhir berdampak besar pada sektor ritel modern di Indonesia. Para pengusaha ritel mengaku mengalami kerugian serius akibat terpaksa menarik sejumlah merek beras dari etalase penjualan. Langkah itu dilakukan guna menghindari polemik di tengah protes masyarakat dan sorotan aparat penegak hukum.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, menyampaikan bahwa pihaknya kesulitan mengikuti arahan pemerintah untuk tetap menjual produk-produk beras yang telah disebut dalam konferensi pers sebagai terindikasi dioplos. Banyak toko ritel memilih menurunkan produk tersebut dari rak penjualan agar tidak memicu keresahan.
“Saya bilang, turunkan saja produknya, daripada ribut dengan warga. Padahal pemerintah menyarankan tetap men-display,” ujar Solihin, Sabtu (26/7/2025).
Solihin menjelaskan bahwa kondisi pasokan beras di jaringan ritel modern sudah tidak stabil bahkan sebelum isu beras oplosan mencuat. Pemesanan beras dari supplier sering kali tidak terpenuhi sesuai permintaan. Misalnya, dari 100 ton pesanan, hanya 50–60 ton yang dikirim, atau bahkan lebih rendah.
Tak hanya pasokan yang terganggu, pengusaha ritel juga menghadapi tekanan margin keuntungan. Kenaikan harga dari produsen beras tidak dibarengi penyesuaian harga eceran tertinggi (HET), sehingga margin keuntungan yang sebelumnya bisa mencapai 4%, kini menyusut hingga hanya sekitar 2%.
Ritel Hanya Menjual, Bukan Memproduksi
Lebih lanjut, Aprindo menegaskan bahwa pihak ritel hanya berperan sebagai penjual dan tidak memiliki kapasitas untuk memeriksa kualitas isi beras dalam kemasan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri ketika masyarakat menuduh ritel sebagai pihak yang turut mengedarkan beras oplosan.
“Kami tidak punya kemampuan untuk membedakan kualitas beras di dalam kemasan lima kilogram. Tapi di mata masyarakat, kami dianggap turut mengedarkan,” ungkap Solihin.
Atas situasi ini, Aprindo meminta pemerintah bertindak tegas terhadap pelaku pengoplosan beras serta memberikan arahan yang jelas kepada pelaku usaha ritel agar tidak membuat kebingungan di masyarakat. Solihin berharap ketegasan ini dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pelaku usaha yang hanya menjadi perantara distribusi.
“Kami minta solusi nyata. Jangan sampai masyarakat panik dan justru menyalahkan ritel yang hanya menjual, bukan memproduksi,” pungkasnya.