BarataNews.id, Jakarta – Usulan pembatasan penggunaan akun ganda di media sosial memicu perdebatan publik dan dinilai dapat mengancam kebebasan berekspresi serta hak-hak digital masyarakat. Wacana ini disampaikan Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Oleh Soleh, dalam rapat dengar pendapat bersama perwakilan sejumlah platform digital seperti Google, YouTube, TikTok, dan Meta, pada 15 Juli 2025 lalu.
Dalam usulannya, Oleh menekankan pentingnya regulasi ketat untuk mencegah penyalahgunaan akun ganda yang kerap digunakan untuk penyebaran hoaks, penipuan daring, dan aktivitas manipulatif lainnya di ruang digital.
Namun, sejumlah pihak menyatakan kekhawatirannya. Media sosial saat ini tak hanya menjadi wadah interaksi sosial, melainkan juga sumber penghasilan, sarana promosi, hingga alat untuk menyuarakan pendapat secara bebas. Pembatasan akun bisa berdampak langsung pada hak ekonomi, sosial, dan kebebasan berekspresi masyarakat.
SAFEnet: Ancaman bagi Demokrasi Digital
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) secara tegas menolak wacana tersebut. Menurut SAFEnet, pembatasan jumlah akun berpotensi melanggar prinsip demokrasi digital dan justru bertentangan dengan semangat inklusivitas di era teknologi terbuka. Mereka menegaskan belum ada satu pun negara demokratis yang menerapkan kebijakan pembatasan akun ganda secara ketat seperti yang diusulkan.
“Ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan digital dan membuka jalan bagi bentuk kontrol yang tidak sehat terhadap masyarakat daring,” ujar perwakilan SAFEnet.
Usulan Jalan Tengah: Identitas Terverifikasi
Sementara itu, pemerhati budaya dan komunikasi digital, Firman Kurniawan, memandang kontroversi ini sebagai refleksi dari dua sisi dalam pemanfaatan media sosial: perlunya kebebasan berekspresi sekaligus perlindungan dari penyalahgunaan.
Menurut Firman, solusi yang lebih proporsional adalah mewajibkan verifikasi identitas dari pemilik akun, tanpa harus membatasi jumlah akun yang dimiliki. “Yang dibutuhkan adalah kejelasan identitas, bukan pembatasan jumlah,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pendekatan edukatif berupa peningkatan literasi digital sebagai langkah pencegahan penyalahgunaan, alih-alih pendekatan represif yang berisiko mengganggu kebebasan individu di ruang digital.
Keseimbangan antara Regulasi dan Kebebasan
Seiring dengan terus berkembangnya dunia digital, perumusan kebijakan yang adil, proporsional, dan demokratis menjadi tantangan utama. Pemerintah dan DPR didorong untuk tidak gegabah dalam membuat regulasi yang dapat menimbulkan dampak luas, baik terhadap hak konstitusional warga maupun iklim ekonomi digital yang tengah bertumbuh.