Scroll untuk baca artikel
BeritaCek Fakta

Kriminolog UI: Diplomat Kemlu Diduga Tewas Bukan Karena Dibunuh, Tapi Dua Kemungkinan Ini

×

Kriminolog UI: Diplomat Kemlu Diduga Tewas Bukan Karena Dibunuh, Tapi Dua Kemungkinan Ini

Sebarkan artikel ini
Profesor Kriminologi Ui Adrianus Meliala Menjelaskan Penyebab Kematian Diplomat Bukan Pembunuhan

BarataNews.id, Jakarta – Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia, Prof Drs Adrianus Meliala, menepis anggapan bahwa diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan (39), tewas akibat pembunuhan. Ia justru menyebut dua kemungkinan lain sebagai penyebab kematian Arya Daru yang ditemukan meninggal di kamar kos Gondia International Guest House, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025 lalu.

Menurut Adrianus, tidak ada tanda-tanda masuknya pihak lain ke kamar korban saat kejadian, yang biasanya menjadi indikasi kuat dalam kasus pembunuhan. “Tidak ada jejak orang lain yang masuk atau keluar dari kamar korban. Maka teori pembunuhan sudah gugur lebih awal,” kata Adrianus dalam pernyataannya di kanal YouTube SINDOnews TV, Rabu (23/7/2025).

Ia menguraikan bahwa dari tiga teori yang berkembang, teori pembunuhan sudah tertolak. Dua kemungkinan yang tersisa adalah bunuh diri dan kecelakaan yang berkaitan dengan gangguan seksual atau fetish. Menurutnya, korban bisa saja melakukan tindakan self-asphyxiation, yaitu menghentikan suplai napas sendiri, namun metode ini terlalu menyakitkan untuk dikategorikan sebagai cara bunuh diri yang lazim.

Dua Teori Terkuat: Bunuh Diri dan Kecelakaan Seksual

Teori kedua, yakni bunuh diri, juga dinilai lemah oleh Adrianus karena minimnya bukti pendukung seperti keberadaan obat tidur atau alat bantu lainnya yang biasa ditemukan pada kasus serupa. Ini membuat Adrianus lebih condong pada teori ketiga, yakni kecelakaan akibat gangguan fetish. “Gejala-gejala fetish seksual, seperti penggunaan lakban untuk membungkus kepala dan wajah, mengarah pada perilaku ekstrem yang mungkin mengakibatkan kematian tanpa disadari,” ujarnya.

Adrianus menyebut fetish sebagai ketertarikan seksual terhadap benda atau situasi tertentu yang tak lazim. Dalam kasus ini, kelainan tersebut bisa menjadi penyebab fatal jika dilakukan tanpa pengawasan atau dalam kondisi berisiko tinggi. Ia juga menambahkan bahwa pihak kepolisian sudah melakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk visum dalam, olah TKP berulang, hingga pemeriksaan digital forensik.

Proses Penyelidikan Masih Berlangsung

Sementara itu, Polda Metro Jaya menyatakan masih menunggu hasil laboratorium forensik yang diperkirakan selesai dalam beberapa hari ke depan. Hingga kini, lima saksi telah diperiksa, termasuk penjaga kos, tetangga kamar korban, serta istri dan rekan kerjanya. Pihak psikologi forensik pun masih mendalami kemungkinan motif yang mendasari kematian Arya Daru.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut turun tangan dalam mengawal proses penyelidikan ini. Menurut anggota Kompolnas, Choirul Anam, informasi baru yang diperoleh dari keluarga korban tengah diuji lebih lanjut. Informasi tersebut bersifat sensitif dan berpotensi menjadi kunci dalam mengungkap motif sebenarnya.

Korban diketahui terakhir berkomunikasi dengan istrinya pada malam sebelum ditemukan meninggal. Saat pagi harinya tak kunjung memberi kabar, sang istri meminta penjaga kos memeriksa kondisi Arya Daru, yang akhirnya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa dengan kepala dililit lakban dan tubuh tertutup selimut.

Pakar: Motif Bisa Diketahui dari TKP dan Hasil Laboratorium

Adrianus menegaskan bahwa semua petunjuk utama terkait penyebab dan motif kematian dapat ditemukan di tempat kejadian perkara. Ia juga mengingatkan bahwa ketidaksesuaian antara penyebab kematian dan motif bisa menimbulkan spekulasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, ia mengapresiasi pendekatan ilmiah (science crime investigation) yang dilakukan pihak kepolisian demi kejelasan hasil.

“Mungkin polisi sudah mengetahui 80 persen penyebabnya, hanya tinggal validasi satu dua hal saja,” ujarnya. Adrianus pun berharap publik bersabar hingga hasil resmi dirilis. Ia menekankan pentingnya akurasi dalam kasus ini, mengingat adanya sensitivitas informasi dan risiko misinterpretasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *