BarataNews.id, Bandung – Polisi memeriksa sedikitnya 11 orang terkait tragedi pesta rakyat dalam syukuran pernikahan anak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia. Ribuan warga menghadiri acara di Pendopo Kabupaten Garut karena menyangka Dedi akan hadir langsung.
Peristiwa Berawal dari Antusiasme Warga
Acara syukuran yang digelar pada Jumat (18/7/2025) untuk merayakan pernikahan Maula Akbar Mulyadi, putra Dedi, dan Putri Karlina, putri Wakil Bupati Garut, menyediakan 5.000 porsi makanan gratis. Ribuan warga memadati Pendopo Garut sejak pagi. Namun, sekitar pukul 13.00 WIB, kerumunan memuncak hingga menyebabkan desak-desakan di salah satu pintu gerbang.
Akibatnya, tiga orang meninggal dunia: Vania Aprilia (8), Dewi Jubaedah (61), dan anggota Polres Garut Bripka Cecep Bahri (39). Sebanyak 27 orang lainnya dilaporkan pingsan karena kekurangan oksigen. Video yang beredar di media sosial menunjukkan warga berbagai usia berjejalan hingga tak bisa bergerak, bahkan ada yang terinjak.
Pemeriksaan Polisi dan Langkah Lanjut
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan menyatakan, pihaknya telah memeriksa penyelenggara acara, anggota Satpol PP, dan petugas kepolisian yang bertugas saat itu. “Kami juga akan mengirimkan undangan klarifikasi kepada Asisten Administrasi Umum Pemkab Garut, lima anggota polisi, Kepala Satpol PP, dan dua pihak penyelenggara,” ujarnya, Selasa (22/7/2025).
Selain itu, penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Jabar akan mengambil keterangan dari keluarga korban dan warga di sekitar lokasi kejadian.
Faktor Sosial: Antusiasme Publik & Figur Populer
Salah satu korban selamat, SF (17), mengaku datang karena yakin Dedi Mulyadi akan hadir. Hal serupa disampaikan saksi Dv (31), yang datang sejak pagi karena terpengaruh unggahan media sosial Dedi dan anaknya mengenai pesta rakyat dan ribuan porsi makanan.
Sosiolog Universitas Padjadjaran, Ari Ganjar Hardiansyah, menilai faktor utama bukanlah kemiskinan atau kelaparan semata. “Saya kira mereka bukan orang-orang yang kelaparan. Ini lebih pada keinginan menjadi bagian dari viralitas seorang Dedi Mulyadi,” jelasnya.
Menurut Ari, Dedi yang populer sebagai figur publik sekaligus konten kreator memiliki daya tarik luar biasa. Kehadirannya di media sosial membentuk ekspektasi publik tinggi. Sayangnya, tingginya antusiasme warga tidak diiringi dengan pengelolaan massa yang memadai.
Figur Publik Harus Lebih Waspada
Ari menambahkan bahwa figur publik seperti Dedi harus lebih berhati-hati dalam menyelenggarakan acara besar yang melibatkan ribuan orang. Ia juga menyoroti rendahnya budaya tertib di masyarakat sebagai pemicu utama kekacauan. “Kegiatan seperti ini dari pengalaman sebelumnya sering kali menimbulkan masalah,” ujarnya.
Insiden ini menjadi pengingat penting akan pentingnya pengelolaan massa dalam acara publik, apalagi yang menyangkut figur pejabat tinggi dan euforia masyarakat terhadap sosok tersebut.