BarataNews.id, Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi terkait kebijakan impor gula kristal mentah (GKM) pada 2016–2017 yang dinilai merugikan negara hingga Rp194 miliar.
Putusan dibacakan oleh Majelis Hakim pada Jumat (18/7/2025). Ketua majelis Dennie Arsan Fatrika menyebut unsur perbuatan melawan hukum telah terbukti. Menurut hakim, Tom menerbitkan persetujuan impor tanpa mengikuti mekanisme rapat koordinasi sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah dan undang-undang terkait perdagangan.
“Penerbitan persetujuan impor sebanyak 1.698.325 ton gula kristal putih tidak dilakukan melalui rakor dan melanggar aturan Permendag Nomor 117,” ujar Hakim Purwanto dalam sidang.
Tak Terima Uang, Tapi Tetap Bersalah
Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim mengakui bahwa Tom Lembong tidak menikmati hasil dari kebijakan yang dinilai merugikan keuangan negara. Uang negara disebut mengalir ke pihak-pihak swasta dalam bentuk harga pembelian gula yang lebih tinggi dari harga pokok penjualan (HPP) petani.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan. Namun, menurut hakim, status Tom sebagai pejabat publik tidak melaksanakan tanggung jawab secara akuntabel menjadi alasan pemberat.
Jumlah kerugian negara pun dikoreksi majelis hakim dari nilai yang disampaikan jaksa. Jaksa menduga kerugian mencapai Rp578 miliar, namun hakim menyatakan hanya Rp194,7 miliar yang dapat dibuktikan secara nyata dan terukur.
Respons Tom Lembong: Putusan Janggal
Usai sidang, Tom Lembong menyampaikan keberatannya atas vonis tersebut. Ia menilai putusan majelis hakim mengabaikan kewenangan seorang Menteri Perdagangan yang melekat padanya secara hukum.
“Putusan ini janggal karena sepenuhnya mengesampingkan kewenangan saya sebagai Mendag yang diberikan undang-undang,” ucap Tom. Ia juga menyebut bahwa hakim tidak mempertimbangkan kesaksian para ahli yang menjelaskan bahwa tanggung jawab pengaturan impor berada pada kementerian teknis, bukan forum koordinasi antar kementerian.
Tom menyayangkan bahwa pertimbangan yuridis dan fakta persidangan tidak cukup kuat dijadikan dasar dalam penjatuhan vonis. Ia menegaskan bahwa kebijakan impor yang diambil adalah bagian dari upaya menjaga stabilitas pasokan dan harga bahan pokok.
“Masalah pertanian diatur oleh Menteri Pertanian, masalah industri diatur Menteri Perindustrian. Begitu pula perdagangan oleh Menteri Perdagangan. Tapi putusan ini mengabaikan hal itu,” tegasnya.
Tom sebelumnya juga telah menitipkan sejumlah dana ke Kejaksaan Agung sebagai bentuk itikad baik dalam proses hukum yang berjalan.