BarataNews.id, Jakarta – Maraknya praktik pungutan liar (pungli) terhadap kendaraan angkutan barang dan truk logistik di Indonesia menuai keprihatinan dari berbagai pihak. Anggota Komisi V DPR RI, Syafiuddin, menyebut pungli tersebut telah membebani ekonomi rakyat dan memperburuk efisiensi logistik nasional.
Menurut Syafiuddin, praktik pungli dapat mencapai angka yang sangat tinggi, bahkan hingga Rp150 juta per truk per tahun. Biaya ini, menurutnya, pada akhirnya akan dialihkan ke harga barang yang dibayar masyarakat. “Ketika satu truk bisa habis sampai Rp100-150 juta karena pungli, itu pasti dilempar ke harga barang. Ini merusak daya saing logistik nasional,” ujar Syafiuddin dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Ia mendesak tindakan lintas lembaga untuk mengatasi persoalan ini, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, semua pihak harus bersinergi menutup ruang praktik pungli, menindak tegas para pelaku, dan memperkuat mekanisme pengawasan yang sistemik.
Audit dan Operasi Gabungan Diusulkan
Syafiuddin juga mengusulkan beberapa langkah konkret, seperti audit nasional pada titik rawan pungli logistik, digitalisasi retribusi, serta pengadaan kanal pengaduan yang terintegrasi dengan instansi terkait. “Saya minta kementerian, Polri, Kejaksaan, dan KPK melakukan operasi gabungan dan tindak tegas siapa pun yang terlibat, baik aparat maupun sipil,” katanya.
Politisi dari Fraksi PKB itu menilai pungli sistemik memperpanjang rantai distribusi logistik dan mendorong biaya logistik yang tidak transparan. Hal ini berdampak pada kenaikan harga bahan pokok di wilayah yang sangat bergantung pada distribusi darat dan multimoda.
AHY: Biaya Logistik Mahal Akibat Pungli
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), turut menyoroti persoalan ini. Dalam rapat koordinasi penanganan kendaraan ODOL (Over Dimension and Over Loading) di Jakarta, Kamis (17/7/2025), AHY menyebut data menunjukkan sopir truk mengeluarkan hingga Rp500 ribu per hari hanya untuk pungli.
“Kalau kita serius menurunkan biaya logistik nasional dan mendukung rantai pasok pangan, maka pungli harus nol toleransi,” tegas AHY. Ia menambahkan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi daerah-daerah rawan pungli dan tengah menyiapkan langkah tegas melalui koordinasi dengan aparat penegak hukum.
AHY meyakini bahwa dengan menindak pungli secara tegas, tidak akan ada lagi alasan pembenar bagi penggunaan truk ODOL karena dianggap lebih murah. “Biaya logistik mahal karena pungli di mana-mana. Kalau kita bersih, biayanya akan turun dan truk ODOL tak punya justifikasi,” ujarnya.
Penegakan Hukum Jadi Kunci
AHY menegaskan bahwa tindakan terhadap pelaku pungli harus tegas tanpa pandang bulu. Dalam koordinasi dengan Kejaksaan, Korlantas Polri, dan lembaga lain, ia menekankan pentingnya menjadikan penegakan hukum sebagai upaya utama dalam membenahi rantai distribusi logistik di Indonesia.
“Siapa pun yang melanggar hukum harus ditindak. Tindakan tegas adalah kunci,” pungkasnya.