BarataNews.id, Jakarta — Penyidikan dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus bergulir. Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus yang terjadi selama rentang tahun 2019 hingga 2022, dengan nilai proyek mencapai Rp 9,9 triliun dan potensi kerugian negara sekitar Rp 1,9 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menyampaikan bahwa keempat tersangka adalah orang-orang dekat mantan Menteri Nadiem Makarim saat ia masih menjabat. Mereka adalah:
- Mulatsyah — Direktur SMP Kemendikbudristek
- Sri Wahyuningsih — Direktur Sekolah Dasar
- Jurist Tan — Staf Khusus Nadiem Makarim
- Ibrahim Arief — Konsultan Teknologi
Peran Nadiem Disorot
Penetapan empat tersangka ini memicu sorotan dari masyarakat sipil, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Almas Sjafrina menilai bahwa penyidikan belum sepenuhnya menyentuh pihak-pihak yang memiliki kuasa pengambilan keputusan saat proyek berlangsung.
“Salah satu yang perlu diperiksa lebih lanjut adalah peran menteri sebagai pengguna anggaran dan penandatangan kebijakan, termasuk peraturan menteri yang mengatur bahwa Chromebook digunakan dalam proyek digitalisasi,” ujar Almas kepada wartawan, Kamis (17/7/2025).
Menurut ICW, sulit membayangkan keputusan pengadaan perangkat sebesar itu hanya datang dari staf khusus, tanpa persetujuan atau inisiatif dari pimpinan kementerian.
Jurist Tan Jadi Buron
Dari keempat tersangka, tiga telah ditahan: Mulatsyah dan Sri Wahyuningsih ditahan di rumah tahanan negara, sementara Ibrahim Arief dikenakan tahanan kota karena kondisi kesehatan jantungnya.
Namun, Jurist Tan yang disebut sebagai sosok kunci dalam komunikasi awal proyek, hingga kini belum hadir memenuhi tiga panggilan Kejagung. Penyidik telah memasukkan namanya ke dalam daftar pencarian orang (DPO) dan berencana mengajukan red notice ke Interpol.
Kuasa hukum Jurist sempat meminta agar pemeriksaan dilakukan secara tertulis, namun hal ini ditolak Kejagung karena tidak sesuai dengan hukum acara pidana di Indonesia.
Awal Mula Proyek dari Grup WhatsApp
Kasus ini bermula dari pembentukan grup WhatsApp bertajuk “Mas Menteri Core Team” pada Agustus 2019. Grup ini hanya beranggotakan tiga orang: Nadiem Makarim, Jurist Tan, dan Fiona Handayani. Dari sanalah diskusi pengadaan sistem digitalisasi pendidikan dimulai, bahkan sebelum Nadiem resmi diangkat menjadi menteri pada Oktober 2019.
Jurist Tan kemudian berperan aktif dalam pembahasan teknis dengan sejumlah pihak, termasuk dengan Ibrahim Arief yang akhirnya direkrut sebagai konsultan teknologi Kemendikbudristek melalui lembaga mitra, PSPK (Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan).
Nadiem Diperiksa, Belum Jadi Tersangka
Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim telah dua kali dipanggil dan diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi. Pemeriksaan terakhir dilakukan pada Selasa (15/7/2025), di mana ia hadir selama sekitar sembilan jam.
“Terima kasih kepada pihak kejaksaan yang telah memberi kesempatan untuk memberikan keterangan,” ujar Nadiem singkat saat keluar dari Gedung Bundar.
Meskipun disebut dalam sejumlah alat bukti, hingga saat ini Nadiem belum ditetapkan sebagai tersangka.