BarataNews.id, Jakarta – Kejaksaan Agung resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chrome OS (Chromebook) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp1,98 triliun.
Keempat tersangka tersebut adalah Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek), Ibrahim Arief (konsultan teknologi), Mulyatsyahda (Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen 2020–2021), dan Sri Wahyuningsih (Direktur Sekolah Dasar). Mereka dituding melakukan persekongkolan dalam pengadaan perangkat TIK pada 2020–2022 yang menelan anggaran hingga Rp9,3 triliun.
Menurut Kejagung, rencana pengadaan ini telah dibahas sejak Agustus 2019, bahkan sebelum Nadiem Makarim resmi dilantik sebagai menteri. Nadiem diketahui membuat grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang membicarakan rencana digitalisasi pendidikan.
Jalur Koordinasi Langsung ke Google, Spesifikasi Dipesan Khusus
Setelah menjabat, Nadiem dilaporkan melakukan pertemuan dengan pihak Google pada Februari dan April 2020. Dalam pertemuan itu, Chrome OS ditetapkan sebagai sistem operasi untuk laptop pendidikan. Jurist Tan kemudian melobi pejabat internal agar seluruh pengadaan diarahkan ke produk berbasis Chrome OS.
Kajian awal dari Kemendikbudristek sempat menyebutkan bahwa Chrome OS memiliki banyak keterbatasan dan dinilai kurang cocok untuk kebutuhan sekolah di Indonesia. Meski begitu, proses tetap berjalan. Ibrahim Arief kemudian menyusun dokumen kajian teknis, sementara Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang diarahkan pada spesifikasi Chromebook.
Sebanyak 1,2 juta unit laptop Chromebook telah dibeli dan disebar ke seluruh daerah, termasuk wilayah 3T. Namun, Kejagung menyatakan bahwa perangkat tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh siswa dan guru karena keterbatasan sistem operasi.
Dari Pemeriksaan hingga Penetapan Tersangka
Penyidikan kasus ini dimulai Kejagung pada 20 Mei 2025. Beberapa saksi telah diperiksa, termasuk Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief. Kejagung bahkan sempat menggeledah kantor GOTO (Gojek dan Tokopedia) pada 8 Juni 2025, dan menyita dokumen serta barang bukti elektronik.
Pada 10 Juni 2025, Nadiem Makarim menggelar konferensi pers didampingi kuasa hukum Hotman Paris, menyatakan siap kooperatif dalam proses hukum. Ia kemudian memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi pada 23 Juni dan 15 Juli 2025.
Akhirnya, Kejagung menetapkan empat tersangka secara resmi pada 15 Juli 2025. Mereka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Jurist Tan juga disebut-sebut akan segera ditetapkan sebagai buronan apabila tidak memenuhi panggilan.
Kejagung masih terus mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus ini dan membuka kemungkinan memanggil kembali Nadiem Makarim jika dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan lanjutan.