BarataNews.id, Surabaya – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap kasus tambang batubara ilegal di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tiga orang tersangka ditangkap dalam kasus yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp5,7 triliun tersebut.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan praktik penambangan ilegal ini merusak kawasan hutan konservasi dan mencoreng marwah IKN sebagai simbol baru pemerintahan Indonesia. “Segala bentuk illegal mining di IKN harus ditindak tegas karena menjadi atensi publik,” ujarnya di Surabaya, Kamis (17/7).
Pengungkapan kasus bermula dari informasi kegiatan pemuatan batubara ilegal di wilayah Samboja. Setelah dilakukan penyelidikan intensif bersama lintas kementerian dan lembaga, petugas menemukan bukti kuat aktivitas tambang ilegal di kawasan yang dilindungi.
Modus dan Penetapan Tersangka
Dalam gelar perkara, polisi menetapkan tiga tersangka, yakni YH, CH, dan MH. YH dan CH diduga menjual batubara ilegal, sementara MH berperan membeli serta menyalurkan hasil tambang ilegal tersebut. Kedua perusahaan yang terlibat yakni MMJ dan BMJ.
Modus para pelaku adalah mengumpulkan batubara hasil tambang liar ke dalam karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer. Batubara tersebut kemudian dikirim melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) dengan dokumen palsu dari perusahaan resmi pemegang izin usaha produksi (IUP), seolah-olah berasal dari tambang legal.
“Ini bentuk rekayasa administratif untuk menyamarkan asal-usul batubara,” ujar Nunung.
Barang Bukti dan Potensi Kerugian
Dalam proses penyidikan, aparat menemukan 351 kontainer berisi batubara ilegal, di mana 248 kontainer disita dari Depo Tanjung Perak Surabaya dan sisanya masih dalam pemeriksaan di KKT Balikpapan. Polisi juga menyita 11 truk trailer, 7 alat berat, dan dokumen-dokumen izin palsu seperti Surat Keterangan Asal Barang, Shipping Instruction, hingga dokumen pengangkutan.
Selain kerugian dari hilangnya batubara, kerusakan hutan seluas lebih dari 4.200 hektare turut menyebabkan kerugian lingkungan. Estimasi kerugian negara sebesar Rp5,7 triliun dihitung berdasarkan nilai deplesi batubara dan nilai kayu yang hilang akibat pembabatan hutan.
Pengembangan Kasus dan Jerat Hukum
Kasus ini disidik berdasarkan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Polisi juga tengah mendalami kemungkinan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta keterlibatan pihak-pihak lain.
“Penyidikan masih berjalan. Kami akan telusuri pihak-pihak yang terlibat, termasuk penambang, penerbit dokumen izin, serta pihak yang memfasilitasi penjualan batubara ilegal ini,” tegas Nunung.
Penanganan tegas terhadap tambang ilegal di wilayah IKN ini diharapkan menjadi peringatan keras bahwa eksploitasi sumber daya alam secara melawan hukum tidak akan ditoleransi, terutama di kawasan strategis nasional seperti Ibu Kota Nusantara.