BarataNews.id, Moskow – Pemerintah Rusia menyatakan kemarahan atas laporan media Amerika Serikat yang menyebut Presiden Vladimir Putin menekan Iran untuk menerima kesepakatan nuklir dengan AS tanpa hak pengayaan uranium. Moskow mengecam tuduhan tersebut sebagai bentuk fitnah dan pencemaran nama baik terhadap pemimpinnya.
Pernyataan itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia pada Minggu (13/7), merespons artikel media AS Axios yang mengutip tiga sumber anonim. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa Putin mendorong Iran menerima kesepakatan nuklir yang dirancang AS, dengan syarat Iran tidak boleh lagi memperkaya uranium—sebuah poin sensitif dalam sengketa nuklir yang telah berlangsung lama.
“Artikel tersebut tampaknya merupakan kampanye pencemaran nama baik politik baru yang bertujuan memperburuk ketegangan seputar program nuklir Iran,” tegas pernyataan resmi dari Kemenlu Rusia, dilansir AFP.
Iran Juga Bantah Tekanan dari Rusia
Tidak hanya Rusia, Iran melalui kantor berita Tasnim juga membantah menerima tekanan dari Presiden Putin. Teheran menyatakan tidak pernah ada pesan semacam itu dan tetap teguh mempertahankan haknya dalam program nuklir sipil.
Selama ini, Iran berulang kali membantah tuduhan Barat dan Israel yang menyebutnya tengah mengembangkan senjata nuklir. Pemerintah Iran menegaskan bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai, dan menyebut hak pengayaan uranium sebagai “tidak dapat dinegosiasikan”.
Kritik Tajam terhadap Media Barat
Pemerintah Rusia juga melontarkan kritik pedas terhadap media-media Barat, yang disebutnya sebagai alat elite politik tertentu. Dalam pernyataannya, Kemenlu Rusia menggambarkan Axios sebagai “toilet tank” karena dinilai kerap menyebarkan disinformasi yang berorientasi provokatif.
Kemarahan Moskow dipicu oleh dugaan bahwa laporan tersebut muncul di tengah situasi geopolitik yang memanas, pasca serangan militer Israel terhadap Iran yang berlangsung 12 hari sejak 13 Juni lalu. Serangan ini bahkan membuat proses negosiasi nuklir antara Teheran dan Washington yang dimulai pada April, kembali terhenti.
Ketegangan Memuncak Pasca Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran
Situasi diperparah ketika pada 22 Juni, militer AS menggempur situs pengayaan uranium bawah tanah milik Iran di Fordow, Isfahan, dan Natanz. Dampak dari serangan ini belum sepenuhnya terungkap, tetapi dikhawatirkan akan memicu ketegangan baru di kawasan.
Meski dikenal sebagai sekutu dekat Teheran, Moskow tidak selalu mendukung semua langkah Iran secara terbuka. Rusia secara konsisten menyuarakan solusi damai dalam krisis nuklir ini dan menawarkan diri sebagai mediator dalam perundingan antara Iran dan kekuatan global lainnya.
Di sisi lain, dalam beberapa bulan terakhir, hubungan antara Putin dan Presiden AS Donald Trump dikabarkan makin akrab. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa Rusia tengah mencari posisi strategis di antara dua kekuatan yang saling berseteru.