BarataNews.id, Jakarta – Kabar baik datang dari Brussels, Belgia, terkait hubungan dagang Indonesia dan Amerika Serikat. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa tarif impor sebesar 32% yang semula akan dikenakan kepada Indonesia oleh pemerintah AS resmi ditunda.
Airlangga menyampaikan bahwa keputusan ini merupakan hasil dari proses diplomasi dan negosiasi intensif, termasuk lobi langsung ke Washington DC dan pertemuan dengan otoritas perdagangan AS. Selain itu, status Indonesia sebagai anggota baru kelompok ekonomi BRICS disebut turut memperkuat posisi tawar dalam dialog tersebut.
“Tambahan 10% tarif yang muncul karena Indonesia masuk BRICS itu tidak diberlakukan. Dan keseluruhan tarif 32% kini dalam status ‘pause’, artinya ditunda sambil menyelesaikan perundingan,” ujar Airlangga dalam keterangannya dari Brussels, Sabtu (12/7).
Dari Washington ke Brussels: Hasil Diplomasi Ekonomi
Langkah negosiasi ini bermula dari surat pemberitahuan resmi Pemerintah AS yang menyatakan akan mengenakan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap produk ekspor Indonesia mulai Agustus 2025. Presiden Prabowo Subianto pun merespons cepat dengan mengirimkan delegasi diplomasi ekonomi yang dipimpin Airlangga Hartarto.
Dalam kunjungannya ke Washington, Airlangga bertemu dengan US Secretary of Commerce Howard Lutnick serta United States Trade Representative Jamieson Greer. Hasil pertemuan tersebut membuka peluang negosiasi lanjutan yang kini memasuki tahap finalisasi proposal dalam waktu tiga minggu ke depan.
“Yang penting, AS setuju melanjutkan proses negosiasi. Kita sedang menyempurnakan proposal teknis yang sudah dipertukarkan,” tambah Airlangga.
Dampak dan Harapan Sektor Ekspor RI
Keputusan penundaan tarif ini disambut positif oleh pelaku industri nasional, khususnya sektor manufaktur dan pertanian yang selama ini menjadi kontributor utama ekspor non-migas ke Amerika Serikat. Jika tarif 32% jadi diterapkan, sejumlah produk unggulan seperti tekstil, alas kaki, hingga komoditas pangan bisa mengalami penurunan daya saing signifikan.
Pemerintah berharap penundaan ini dapat dilanjutkan ke penghapusan tarif secara permanen, atau minimal penyesuaian yang tidak memberatkan. Langkah strategis Indonesia bergabung dalam BRICS juga dinilai memperkuat hubungan ekonomi multilateral sekaligus membuka akses pasar baru.
Dengan situasi global yang kian dinamis dan tantangan ekonomi yang tidak ringan, Indonesia dinilai perlu terus mengupayakan keseimbangan diplomasi dagang dengan berbagai negara mitra, termasuk Amerika Serikat.