BarataNews.id, Jakarta – Keluarga Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meninggal usai terjatuh di Gunung Rinjani, Lombok, mendesak pihak berwenang menyelidiki dugaan kebocoran hasil otopsi terbaru yang telah beredar di media. Mereka menilai hasil tersebut seharusnya masih bersifat rahasia dan belum disampaikan kepada keluarga secara resmi.
“Kami sendiri belum menerima hasilnya, tapi sudah beredar di media,” kata Mariana Marins, kakak kandung Juliana, pada Rabu (9/7/2025). Menurutnya, hasil otopsi seharusnya disampaikan dalam konferensi pers resmi yang direncanakan bersama lembaga bantuan hukum dan tim forensik pada Jumat (11/7/2025).
Polisi Tegaskan Tidak Ada Kebocoran Resmi
Merespons tuduhan tersebut, Kepolisian Sipil Negara Bagian Rio menegaskan bahwa mereka tidak membocorkan hasil dokumen otopsi. Dalam pernyataan resminya, lembaga itu menyatakan bahwa dokumen telah masuk dalam berkas perkara tertutup dan telah disampaikan dalam rapat internal bersama pihak keluarga.
Meski begitu, keluarga tetap bersikeras bahwa informasi tersebut sudah lebih dulu tersebar di media, dan meminta Kepolisian Federal Brasil untuk melakukan penyelidikan menyeluruh guna memastikan akuntabilitas penanganan kasus.
Hasil Otopsi Kedua di Brasil
Juliana Marins, 26 tahun, jatuh dari tebing saat mendaki Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Jenazahnya baru berhasil dievakuasi empat hari kemudian, pada 25 Juni. Setelah otopsi dilakukan di Indonesia, keluarga meminta pemeriksaan ulang di Brasil guna memastikan tidak ada unsur kelalaian atau kekerasan.
Otopsi kedua dilakukan di Instituto Médico Legal (IML) Rio de Janeiro pada 2 Juli 2025, dengan melibatkan tim forensik dari kepolisian dan pihak independen. Hasilnya menunjukkan bahwa Juliana mengalami politrauma akibat jatuh dari ketinggian, dengan luka di kepala, dada, perut, panggul, dan tulang belakang. Pendarahan internal menjadi penyebab utama kematian.
Forensik memperkirakan korban meninggal dunia sekitar 10–15 menit setelah terjatuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda sempat meminta bantuan.
Tak Ada Tanda Kekerasan atau Pelecehan
Laporan medis menyebutkan tidak ditemukan indikasi kekerasan fisik, pelecehan seksual, atau bekas perlawanan. Tes laboratorium juga tidak mendeteksi keberadaan zat terlarang dalam tubuh Juliana. Satu-satunya substansi yang terdeteksi adalah venlafaxine, obat antidepresan yang umum diresepkan.
Meski demikian, analisis genetik lanjutan terhadap beberapa sampel masih berlangsung guna mengonfirmasi seluruh kemungkinan yang ada.
Pihak keluarga menyatakan masih banyak pertanyaan belum terjawab dan berharap penyelidikan tambahan dapat memberi kejelasan lebih lanjut atas kematian tragis Juliana di Indonesia.