Scroll untuk baca artikel
Berita

Kisah Haru Penyintas KMP Tunu Pratama Jaya: Rangkul Ayah dalam Laut, Tapi Nyawa Tak Terselamatkan

×

Kisah Haru Penyintas KMP Tunu Pratama Jaya: Rangkul Ayah dalam Laut, Tapi Nyawa Tak Terselamatkan

Sebarkan artikel ini

Tragedi kapal tenggelam di Selat Bali menyisakan kisah mengharukan dari seorang penyintas yang berjuang menyelamatkan ayahnya, namun hanya bisa memeluk jasadnya.

Penyintas Kmp Tunu Pratama Jaya Memeluk Ayahnya Yang Tenggelam Di Selat Bali

BarataNews.id, Banyuwangi – Tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali menyisakan kisah pilu dari salah satu penyintas, Eka Toniansyah. Ia mengenang detik-detik mengerikan saat kapal tenggelam pada Rabu malam (2/7), dan perjuangannya memeluk erat tubuh sang ayah yang akhirnya meninggal dunia dalam pelukan ombak.

Eka dan ayahnya, Eko Satriyo, sedang dalam perjalanan membawa muatan semen ke Singaraja, Bali. Saat kapal mulai miring, keduanya berupaya menyelamatkan diri. Namun, tidak ada peringatan dari awak kapal. Penumpang berebut pelampung secara mandiri. Eka berhasil memasangkan pelampung pada ayahnya dan mereka sempat berpegangan pada besi geladak. Tapi gelombang besar menenggelamkan mereka.

“Saya rangkul tubuh bapak saat tenggelam dalam ombak. Tapi bapak sudah tidak ada,” ujar Eka dengan suara berat, Sabtu (5/7). Ia berhasil bertahan di laut selama lima jam, hingga ditemukan oleh nelayan bersama jasad ayahnya.

Penyelamatan dan Duka yang Mendalam
Hingga Sabtu pagi, Tim SAR gabungan telah mengevakuasi 36 orang, terdiri dari 30 orang selamat dan 6 korban meninggal dunia. Masih terdapat 29 penumpang yang belum ditemukan. Proses pencarian melibatkan belasan kapal, dua helikopter, serta dua kapal perang dari TNI AL, dan terus diperluas hingga 20 mil laut ke selatan dari lokasi tenggelam.

Misatun, istri dari almarhum Eko Satriyo, tak menyangka perpisahan malam itu menjadi yang terakhir. “Dia bilang sayang, tapi saya ditinggalkan,” ucapnya lirih. Eko dikenal sebagai sosok yang penyayang, selalu mengingatkan ibadah dan perhatian terhadap kesehatannya.

Tidak Ada Peringatan Sebelum Tenggelam
Menurut kesaksian Eka dan beberapa penyintas lain, tidak ada peringatan atau instruksi dari awak kapal saat kapal mulai oleng. Pelampung keselamatan pun tidak dibagikan. Banyak korban menyelamatkan diri hanya karena kebetulan menemukan pelampung yang tercecer.

KMP Tunu Pratama Jaya berangkat dari Pelabuhan Ketapang pada pukul 22.56 WIB. Sekitar pukul 23.20 WIB, kapal mengirim sinyal darurat. Lima menit berselang, petugas syahbandar melihat kapal itu mulai tenggelam. Namun, kondisi cuaca yang buruk menyulitkan evakuasi dini.

Investigasi dan Upaya Lanjutan
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa investigasi atas kejadian ini diserahkan kepada KNKT. Sementara pemerintah fokus pada proses pencarian dan pertolongan.

Tim SAR telah mengerahkan 15 kapal, dua helikopter, dan peralatan pencarian bawah laut. Proses pencarian sempat terhambat oleh tinggi gelombang dan jarak pandang yang buruk.

Tragedi ini kembali mengingatkan publik akan lemahnya sistem keselamatan pelayaran nasional. Minimnya prosedur evakuasi darurat, serta buruknya kesiapsiagaan awak kapal, menjadi catatan serius yang harus dievaluasi agar tragedi serupa tidak terulang kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *