BarataNews.id, Jakarta – Gencatan senjata dalam konflik bersenjata antara Iran dan Israel diumumkan secara sepihak oleh Donald Trump pada Selasa malam waktu AS (24/6). Ia mengklaim bahwa kedua negara telah menyepakati penghentian serangan melalui pernyataan di platform Truth Social. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan fakta yang bertolak belakang.
Gencatan senjata disebut dimulai pukul 7.30 pagi waktu Iran, namun beberapa jam sebelumnya, Iran dilaporkan telah meluncurkan puluhan rudal ke arah Israel. Serangan itu menghantam kawasan pemukiman di Beersheba dan menewaskan sedikitnya empat orang, serta melukai 20 lainnya. Sebaliknya, beberapa jam setelah pernyataan Trump, laporan muncul bahwa Israel kembali meluncurkan serangan udara ke wilayah Teheran.
Trump menyatakan bahwa kedua negara diberi waktu enam jam untuk menyelesaikan misi militer mereka sebelum gencatan senjata berlaku penuh. Namun, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyanggah telah ada kesepakatan resmi dan menyebut syarat utama gencatan senjata adalah penghentian agresi Israel sebelum pukul 4 pagi waktu Teheran.
Saling Klaim dan Ketegangan yang Belum Reda
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa Israel telah mencapai semua target militer dalam konflik ini dan menyambut baik inisiatif Trump. Sebaliknya, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyebut gencatan senjata sebagai hasil dari “perlawanan heroik rakyat Iran.”
Meskipun kedua pihak mengklaim kemenangan, realitasnya gencatan senjata tampak rapuh. Trump bahkan menyebut telah terjadi pelanggaran dalam hitungan jam setelah pernyataannya. Ketegangan semakin memburuk seiring pernyataan Israel bahwa operasi akan dilanjutkan ke wilayah Gaza, dan Iran mengisyaratkan bahwa keputusan akhir soal penghentian operasi militer belum ditentukan.