Penutupan Selat Hormuz langsung mengguncang harga minyak dunia. Beberapa lembaga keuangan internasional mulai mengeluarkan proyeksi ekstrem. Macquaite memperkirakan harga minyak bisa melesat hingga US$240 per barel jika jalur ini tertutup total, sementara Bloomberg menyebut harga bisa tembus US$130 per barel, dengan implikasi inflasi AS mencapai 3,9% yoy.
Dampak Lanjut: Inflasi, Suku Bunga, dan Safe Haven
Situasi ini memicu kekhawatiran terhadap inflasi global yang kembali memanas. Kenaikan harga energi akan memperpanjang siklus suku bunga tinggi dan menunda prospek penurunan suku bunga oleh bank sentral seperti The Fed. Implikasinya? Likuiditas ketat, tekanan terhadap emerging market, termasuk Indonesia.
Investor kini beralih ke aset lindung nilai (safe haven) seperti emas, obligasi negara, dan aset berbasis komoditas. Sektor energi juga diprediksi bakal menjadi primadona, sementara sektor teknologi dan keuangan cenderung ditekan.
Analis menilai, selama konflik Iran-Israel terus meluas dan Amerika tetap terlibat aktif, pasar Indonesia kemungkinan akan terus berada dalam tekanan. Belum lagi jika konflik ini memicu intervensi dari Rusia, China, atau negara besar lainnya, yang bisa mengarah pada konflik berskala global.