BarataNews.id, Washington DC – Serangan udara yang diperintahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap tiga fasilitas nuklir Iran memicu gejolak politik di dalam negeri. Kongres AS kini terbelah tajam antara yang mendukung keputusan itu sebagai langkah strategis, dan yang mengecamnya sebagai tindakan sembrono yang bisa menyeret AS ke perang besar di Timur Tengah.
Serangan besar-besaran itu dilancarkan pada Minggu (22/6) waktu setempat, menggunakan pesawat pengebom B-2 Spirit dengan muatan bom penghancur bunker seberat 30.000 pon. Fasilitas nuklir Natanz, Fordow, dan Isfahan dihantam, disusul 30 rudal jelajah TLAM yang ditembakkan dari kapal selam AS.
Trump menyebut misi ini “sangat sukses” dan memastikan seluruh pesawat telah keluar dari wilayah udara Iran. Namun serangan ini dilaporkan dilakukan tanpa konsultasi menyeluruh dengan Kongres, khususnya pihak oposisi dari Partai Demokrat.
Sikap para anggota Kongres langsung terbelah. Dua petinggi Partai Republik, Ketua DPR Mike Johnson dan Pemimpin Mayoritas Senat John Thune, disebut telah diberitahu lebih dulu dan segera menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Trump.
Johnson membela langkah sepihak Trump dengan menyebutnya “perlu, terbatas, dan terarah”, serta mengklaim Presiden tetap menghormati wewenang Kongres.
Namun, suara keras justru datang dari Partai Demokrat. Senator Mark Warner menuding Trump mengambil keputusan tanpa dasar intelijen dan strategi yang jelas, dan menyebutnya sebagai “risiko besar yang tak bisa diterima”.