BMKG memperkirakan musim kemarau tahun ini tidak hanya datang lebih lambat, tetapi juga akan berakhir lebih cepat. Hal ini menandakan adanya peluang terjadinya “kemarau basah”, yaitu musim kemarau yang masih diwarnai oleh curah hujan signifikan di beberapa wilayah.
Dwikorita menegaskan pentingnya kewaspadaan semua pihak, terutama pemerintah daerah, dalam merespons dinamika iklim ini. Kebijakan terkait pertanian, sumber daya air, dan penanggulangan bencana harus mulai disesuaikan.
“Musim kemarau tetap menjadi tantangan, meskipun datang terlambat dan lebih pendek. Ini momentum untuk menguji ketahanan dan kesiapan kita dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim,” tuturnya.
Sebagai lembaga pemantau cuaca dan iklim, BMKG berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat serta para pemangku kepentingan melalui data dan analisis iklim yang presisi.
“Kami ingin memastikan setiap kebijakan dan langkah ke depan bisa lebih bijak dan berbasis data ilmiah. Dinamika cuaca ini adalah realitas yang harus kita hadapi bersama,” tutup Dwikorita.