Dugaan Suap dan Peran Pengacara Wilmar
Kejaksaan menemukan indikasi bahwa putusan ontslag terhadap Wilmar dikeluarkan dengan imbalan suap senilai Rp 60 miliar. Suap itu diduga diberikan oleh Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei, kepada empat hakim dan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dua pengacara Wilmar, Ariyanto dan Marcella, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Fakta ini membuka kemungkinan Wilmar Group kembali dijerat dengan pasal suap korporasi. Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, korporasi bisa dipidana jika tindak pidana dilakukan oleh seseorang yang memiliki hubungan kerja atau bertindak mewakili perusahaan.
Menanggapi penyitaan tersebut, Wilmar Group mengeluarkan pernyataan bahwa uang Rp 11,8 triliun itu adalah bentuk jaminan pengembalian kerugian negara, yang dilakukan oleh lima anak perusahaannya. Mereka menyatakan, jika Mahkamah Agung memutuskan menguatkan vonis lepas, maka dana itu akan dikembalikan. Wilmar menyebutnya sebagai “sita jaminan”.
Namun, Kejaksaan Agung menolak istilah tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan bahwa dalam hukum pidana tidak dikenal sita jaminan. Ia menyebut perbedaan ini hanyalah persoalan istilah. Menurutnya, penyitaan tersebut tetap sah karena telah disetujui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juni 2025 dan sesuai Pasal 39 KUHAP.