BarataNews.id, Teheran – Ketegangan antara Iran dan Israel memicu kekhawatiran baru akan potensi penutupan Selat Hormuz, salah satu jalur pelayaran minyak paling vital di dunia. Jika Teheran benar-benar menutup selat ini, dampaknya tak hanya akan mengguncang Timur Tengah, tetapi juga mengganggu pasokan energi global secara signifikan.
Komandan Angkatan Laut Garda Revolusi Iran, Alireza Tangsiri, pada awal 2025 menyebut negaranya siap menutup Selat Hormuz jika konflik semakin memanas. Hal ini langsung memantik respons dunia, mengingat hampir 20 juta barel minyak mentah—setara dengan perdagangan senilai 600 miliar dolar AS per tahun—melewati selat ini setiap hari.
Sir Alex Younger, mantan kepala badan intelijen Inggris MI6, menyebut penutupan Selat Hormuz akan menjadi pukulan ekonomi global luar biasa, khususnya terhadap harga minyak yang kemungkinan besar akan melonjak tajam dalam waktu singkat.
Selat Hormuz: Jalur Sempit, Dampak Besar
Selat Hormuz merupakan jalur sempit antara Iran dan Oman dengan lebar sekitar 40 hingga 50 kilometer. Meskipun sempit, selat ini cukup dalam untuk dilalui kapal tanker raksasa. Di sinilah sekitar 82 persen ekspor minyak mentah dari Teluk mengalir ke negara-negara Asia seperti China, Jepang, India, dan Korea Selatan.
Menurut Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat, sekitar 3.000 kapal melintasi selat ini tiap bulan. Gangguan sekecil apa pun akan menyebabkan penundaan distribusi minyak global dan memicu lonjakan harga minyak di pasar dunia.
Kawasan ini juga menjadi titik strategis militer. Dalam sejarahnya, Selat Hormuz pernah menjadi medan ketegangan selama perang Iran-Irak tahun 1980-an, ketika Iran menebar ranjau laut dan menargetkan kapal tanker.