Sementara itu, Kementerian Kebudayaan menyatakan bahwa penulisan ulang sejarah nasional bertujuan untuk menghapus bias kolonial dan memperkuat identitas nasional. Proyek ini akan menghasilkan sepuluh jilid buku sejarah dengan pendekatan Indonesia-sentris, mulai dari awal peradaban Nusantara hingga era Reformasi.
Alasan Tim Penulis: Menghindari Bias Kolonial
Editor umum penulisan sejarah ulang, Profesor Singgih Tri Sulistiyono, menyatakan bahwa istilah “prasejarah” dianggap memuat bias kolonial karena mengasumsikan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan sebagai masyarakat inferior. “Padahal teknologi kita sudah maju di zaman itu,” kata Singgih. Ia menambahkan bahwa penggunaan istilah “sejarah awal” merujuk pada pendekatan yang telah dirintis sejarawan Jacob Cornelis van Leur sejak pertengahan abad ke-20.
Meski begitu, para arkeolog mengingatkan bahwa perubahan terminologi seperti ini perlu melewati kajian metodologis yang ketat, bukan hanya berdasarkan semangat ideologis semata. Jika tidak, risiko kebingungan konseptual dan bias politik dalam historiografi Indonesia akan semakin besar.