BarataNews.id, Jakarta – Serangan besar-besaran yang dilancarkan Iran ke wilayah Israel dalam beberapa waktu terakhir mengungkap titik lemah dari sistem pertahanan udara Iron Dome. Operasi balasan Iran terhadap serangan Israel ke fasilitas nuklir dan militer telah memaksa sistem pertahanan berlapis Israel bekerja di ambang batas kemampuannya.
Iran meluncurkan lebih dari 200 rudal dan drone dalam satu serangan terkoordinasi yang dikenal sebagai Operation True Promise 3. Serangan ini tidak hanya mengandalkan kuantitas, tetapi juga kualitas senjata, termasuk dugaan penggunaan rudal hipersonik yang memiliki kecepatan tinggi dan jalur terbang sulit diprediksi. Hal ini membuat sistem pertahanan Israel tidak mampu mencegat semua ancaman yang masuk.
Sistem Pertahanan Israel Mulai Kewalahan
Israel memiliki tiga lapis sistem pertahanan udara: Iron Dome untuk rudal jarak pendek, David’s Sling untuk rudal menengah, dan Arrow-2/Arrow-3 untuk rudal balistik jarak jauh. Meski sistem ini telah diakui kehebatannya dalam berbagai konflik sebelumnya, kali ini Israel menghadapi tekanan besar dari jumlah dan jenis senjata yang digunakan Iran.
Rudal-rudal hipersonik yang diluncurkan Iran bergerak dengan kecepatan Mach 15, jauh lebih cepat dari kemampuan reaksi sistem konvensional. Selain itu, peluncuran rudal secara serentak dalam jumlah besar menyebabkan sistem Iron Dome kewalahan karena hanya mampu menangani jumlah tertentu dalam satu waktu. Akibatnya, beberapa rudal berhasil menembus dan menghantam target di wilayah Israel.
Evaluasi Strategi Pertahanan Israel
Meskipun secara keseluruhan sistem pertahanan Israel tetap mampu mencegat sebagian besar rudal dan drone yang masuk, serangan ini tetap memberikan pelajaran penting. Efektivitas Iron Dome dan sistem lainnya sangat bergantung pada jumlah amunisi interceptor dan kesiapan menghadapi serangan hipersonik.