BarataNews.id, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa kasus sifilis di Indonesia mencapai angka yang mengkhawatirkan. Sebanyak 23.347 kasus tercatat sepanjang tahun 2024, menjadikan infeksi menular seksual (IMS) ini sebagai ancaman serius bagi masyarakat luas, tak terbatas pada kelompok risiko tinggi saja.
Sifilis, atau dikenal juga dengan istilah raja singa, disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung dengan luka terbuka saat melakukan hubungan seksual, baik vaginal, anal, maupun oral. Selain itu, penularan sifilis juga bisa terjadi dari ibu hamil ke janin selama masa kehamilan atau proses persalinan, yang berpotensi menimbulkan komplikasi berat, bahkan kematian bayi.
Kemenkes melalui kanal resminya menekankan bahwa sifilis bukan hanya ancaman bagi mereka yang dianggap “berisiko tinggi”, melainkan dapat menyerang siapa saja. “Sifilis enggak pilih-pilih. Yang enggak ‘nakal’ pun bisa kena. Karena itu, jangan cuma jaga image. Jaga kesehatanmu juga,” tulis Kemenkes.
Gejala Sifilis Bertahap dan Sering Tak Disadari
Salah satu tantangan terbesar dalam menangani sifilis adalah gejalanya yang muncul secara bertahap dan seringkali tidak disadari. Hal ini menyebabkan banyak penderita tidak segera mendapatkan pengobatan hingga penyakit berkembang ke tahap yang lebih serius.
Tahap Primer:
Gejala awal sifilis berupa luka kecil (chancre) yang tidak menimbulkan rasa sakit. Luka ini bisa muncul di sekitar alat kelamin, anus, atau mulut, dan biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 minggu. Karena letaknya tersembunyi, banyak penderita tidak sadar telah terinfeksi.
Tahap Sekunder:
Setelah luka primer sembuh, gejala berikutnya bisa muncul beberapa minggu kemudian, antara lain ruam di telapak tangan dan kaki, luka menyerupai kutil di area mulut atau alat kelamin, serta keluhan umum seperti demam, sakit tenggorokan, rambut rontok, nyeri otot, dan kelelahan. Gejala ini kerap disalahartikan sebagai infeksi virus ringan.