baratanews.id – Masalahnya, partai sebesar Golkarpun, bisa saja dicengkeram penguasa semaunya. Gonjang-ganjing Partai Golkar sejak mundurnya Airlangga Hartarto mulai redup seiring munculnya satu nama yang mengerucut sebagai calon ketua umum dalam Munas Golkar mendatang.
Hal ini tentunya memunculkan asumsi kuat bahwa kepemimpinan Golkar berhasil direbut dengan mudah oleh penguasa. Manakala kepemimpinan partai sekelas Golkar dibajak penguasa, itu artinya demokrasi Indonesia saat ini dalam bahaya. Penguasa yang seenaknya membantai ketua umum Golkar lalu melakukan intervensi merebut kepemimpinannya.
Hal itu harus dibaca bahwa demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja dewasa ini. Dengan kata lain “demokrasi dalam bahaya”.
Masyarakat beranggapan jika posisi Airlangga Hartarto selama ini terbilang sangat kuat. Dan itu terbukti dengan adanya dukungan penuh seluruh pengurus dan kader di DPD. Bahkan diminta supaya melanjutkan lagi jabatan ketua umum.
Diketahui Airlangga berhasil membawa Golkar jadi partai terkuat di koalisi pemenang, baik Pileg maupun Pilpres.
Kekuasaan Airlangga di Golkar sangat kokoh. Dia berprestasi membawa Golkar jadi partai terbesar di koalisi pemenang dan mendapatkan dukungan dari DPD tingkat 1 dan tingkat 2 untuk melanjutkan kepemimpinan partai Golkar ke periode selanjutnya.
Sebagaimana diketahui, Golkar adalah partai terkuat di koalisi pemenang. Selain itu, Golkar juga adalah partai kader yang terbuka, bukan partai yang dikuasai dinasti perorangan.
Golkar, juga berisi para politisi kelas kakap yang sudah berpengalaman. Dengan kapasitas para kader yang mumpuni, seharusnya Golkar tidak mudah di intervensi. Golkar diketahui adalah kader yang terbuka.
Di dalamnya bergabung sejumlah teknokrat dan politisi kelas kakap, yang sudah banyak makan asam garan dalam berpolitik. Selama puluhan tahun. Dengan demikian sejatinya, tidak mudah untuk mengintervensi partai sekelas Golkar. (TimRed/Zis).